Jumat, 19 Maret 2010

SOTO SEDAP SOKARAJA

Letaknya di Jl. Jend. Sudirman 68, Sokaraja- Banyumas. Bukan cuma satu warung soto yang bisa kita temukan di sana. Anda tinggal memilih warung mana yang pas dengan selera Anda. Salah satunya adalah warung soto Sedap. Pemiliknya adalah Ny. Nining. Warung ini sudah mulai beroperasi sejak tahun 1994. Sebelumnya sudah ada warung soto lain, tetapi Nining tidak takut bersaing. Bahkan ia berani memasang harga lebih tinggi ketimbang warung lainnya. Satu porsi sotonya dijual Rp 3.500. "Tetapi isi dagingnya pun lebih banyak, lo," kilahnya.


Dalam sehari Nining membutuhkan 7 kilogram daging sapi. "Kalau libur, bisa dua kali lipat," tambah Nining yang mengaku memperoleh Rp 500 ribu tiap hari.
Dekat dengan penjual soto, Anda bisa memperoleh oleh-leh khas dari Banyumas atau Purwokerto. Di situ berderet toko yang menjual getuk goreng. Salah satu tokonya bernama, toko Asli. H. Tohirin-lah pemiliknya. Di sepanjang jalan ini, Tohirin punya 8 toko dengan nama yang sama.
Awalnya, usaha getuk goreng ini dimiliki oleh sang mertua yang mulai berjualan sejak tahun 1918. Toko pertamanya diberi nomor 1. Kemudian usaha itu diteruskan Tohirin hingga bertambah maju dan memiliki 8 toko.

Harga getuk goreng Rp 9 ribu tiap kilogram. Sehari Tohirin harus menyediakan 1 kwintal singkong pada hari biasa atau 2 1/2 kwintal pada hari libur. Makanya tak heran, kan, kalau setiap toko bisa mengantungi uang Rp 1,5!

SERABI PURWOKERTO
Di alun-alun, depan kantor bupati Banyumas/Purwokerto, ada pasangan suami-istri yang berjualan serabi. Ny. Suparyati dan Bpk. Suparjo ini sudah berjualan serabi sejak tahun 1995. Mereka berjualan dari pukul 18.00 hingga pukul 21.00.

Harga satu serabi hanya Rp. 300. "Harga segitu murah sekali, lo. Soalnya rasanya juga enak," kata seorang pelanggan. Karena enaknya, tak sedikit orang datang mengunjungi warung serabi yang lebih dikenal dengan nama Serabi Bu Supar itu. Hingga per harinya, Supar bisa memperoleh Rp. 60 ribu. Padahal yang berjualan serabi di alun-alun pun ada beberapa. "Tetapi mereka memang jualannya pagi hari," kata Supar.

WEDANG RONDE

Masih di sekitar alun-alun, tepatnya di depan alun-alun, Anda bisa menemukan wedang ronde yang bikin ketagihan. Dari jauh kita sudah bisa melihat gerobak yang bertuliskan, " Wedang ronde Pak Amin" Pak Amin, sang penjual sudah berjualan ronde selama 6 tahun. Sebelumnya ia membuka kedainya di Yogyakarta. Tetapi ketika sudah banyak orang meniru kedainya, Amin memutuskan pindah ke banyumas.

Di tempat ia berjualan sekarang pun, ada 4 pedangang yang mengikuti jejaknya. Namun Amin masih terus bertahan. Wedang memang pas dijajakan di Purwokerto yang dingin. Kedainya buka dari pukul 17.00 hingga pukul 24.00. Harga tiap mangkok Rp 1.500. Setiap malam Amin bisa menjual 100 mangkok atau 200 mangkok di hari Sabtu.

ES SIWALAN

Meski cukup sejuk, di siang hari kadang, Purwokerto juga cukup menyengat. Makanya pedagang es siwalan yang juga berjualan di seputar alun-alun, juga menjadi pedagang pujaan. Uniknya, sekitar 4 pedagang yang berjualan di situ, hanya mau berjualan di musim kemarau.

Buah siwalan (buah lontar) diambil dari desa para pedagang yang umumnya datang dari tuban, Jawa Timur. Meski musiman, toh, mereka sudah berdagang sejak tahun 93. Tak tanggung-tanggung, lo, jumlah lontar yang mereka bawa. Sekali bawa, tiap pedagang bisa membawa 600 buah lontar. Lontar sebanyak itu sudah habis ludas dalam seminggu.

Harga per gelas es siwalan Rp 500. Tetapi bila Anda lebih suka membeli per buah, harganya Rp 2.500. Ini harga untuk siwalan berukuran besar. Untuk siwalan kecil, Anda cukup menyodorkan uang Rp 1.500 saja.


DAGE DAN RANJEM

Masih di Jl. Sudirman, cobalah berjalan sampai di Hotel Besar. Di depannya Anda akan menemukan makanan yang juga pasti ingin Anda cicipi. Namanya, dage. Sebetulnya cuma oncom goreng biasa, tetapi oncomnya berwarna hitam. Bersama sang oncom tadi juga dijual ranjem. Makanan ini terbuat dari ampas tahu yang dibentuk bulat lalu digoreng.

Pedanganya, Ny. Sukari sudah memulai usahanya sejak tahun 1965. Gerobaknya sudah buka mulai dari pukul 14.30 hingga pukul 21.00. Meski cuma oncom dan ampas tahu, penghasilan Sukari bisa mencapati Rp 125 ribu.



KERIPIK TEMPE & MENDOAN ECHO 21

Keripik tempe merupakan kudapan khas Purwokerto. Tak heran bila banyak sekali orang yang menjual keripik tempe. Salah satunya ada di Jl, Jend. Soetoyo no. 21. Tokonya bernama Echo 21. "Echo dalam bahasa Jawa
artinya enak. Sedang 21 adalah nomor tokonya," kata Unggul yang meneruskan usaha ini dari ibunya, Ny. Lejar Astuti.

Toko yang memiliki 20 karyawan ini dibuka dari pukul 08.00 pagi sampai pukul 20.00 malam. Keistimewaan tempe Echo adalah bumbunya. "Bumbu kami memang khas," tambah Unggul tanpa mau menyebutkan rincian bumbu yang dipakainya.

Kendati Toko Echo bukan toko keripik tempe yang pertama, saat ini boleh dibilang paling laris ketimbang toko keripik lainnya. Bayangkan, dalam sehari mereka harus menyediakan bahan baku tempe sebanyak 1.000 bungkus. Di hari libur bahkan dibutuhkan 3.000 bungkus. Satu bungkus
tempe menghasilkan 2 buah tempe kering yang siap digoreng.

Selain menjual tempe, Toko Echo juga menjual mendoan. Mendoan hampir sama dengan keripik tempe. Bedanya, keripik tempe digoreng kering, sementara mendoan tidak kering. Di sini juga Anda bisa membeli sambal kecap Echo 21, teman makan mendoan. "Pokoknya siapa pun yang mencicipi tempe buatan kami dan kecapnya, pasti tidak berhenti makan, deh."

Tak hanya itu yang dikeluarkan toko ini. Unggul juga menjual bumbu keripik tempe dan mendoan untuk para pembeli yang ingin membuat keripik tempe atau mendoan di rumah.

JENANG JAKET

Tahun 1980 merupakan awal produksi produksi jenang jaket (jenang asli ketan). Pertama kali Bpk. Soeharjo, sang pemilik, hanya memproduksi 5 kilogram beras ketan. Tetapi 10 tahun kemudian, Soeharjo sudah menghabiskan 1 kwintal beras ketan. Begitu berkembangnya usaha jenang jaket, sekarang penduduk asli Purwokerto ini harus menyediakan 5 kwintal beras ketan, "Bahkan pernah, lo, saya mendapat pesanan yang menghabiskan 8 kwintal beras ketan," jelasnya.

Karena begitu banyak jenang yang harus ia sediakan, sampai-sampai Suharjo harus menyediakan 35 orang karyawan. Dua belas di antaranya merupakan bagian produksi, sedang bagian pengepakan dan pemotongan
terdiri dari 13 orang.

Meski tokonya terletak di dalam komplek, jangan kira jenang jaket sepi pembeli, lo. Dengan harga jual Rp 6 ribu tiap kilo, Seharjo mengaku bisa mengantongi Rp 2 juta. Tentu di hari lebur perhasilannya bisa dua kali lipat.

TOKO OLEH-OLEH ANEKA SARI

Toko yang dimiliki pasangan Gunawan dan Yati ini sudah buka sejak tahun 1963. Karena menjual oleh-oleh khas Purwokerto dan Banyumas serta daerah Indonesia lainnya, sudah bisa dipastikan yang datang ke situ, ya, para wisatawan lokal maupun internasional.

Toko sudah mulai melayani pembeli dari pukul 08.00 dan baru tutup pukul 20.00. Di situ Anda bisa memperoleh nopia, kue khas Purwokerto berbentuk bulat, berkulit keras dengan isi cokelat, makanan khas Surabaya, Malang, Salatiga, Magelang, Parakan, Temanggung, dan Bandung.

Kamis, 18 Maret 2010

Dawet Ayu Banjarnegara di Ternate

dawet ayu ternateNdawet, Dari Ajibarang ke Ternate

Turiman, 35 tahun, mungkin tak akan menyangka jika kini mantep untuk hidup merantau di Ternate, jauh dari anak istrinya. Entah apa yang bergejolak di hatinya jika ingat kampung halamannya di Ajibarang, Banyumas, Jawa Tengah.

Pagi itu ia dengan mimik serius meracik barang dagangannya namun dalam porsi kecil. Mungkin hanya seperlima dari porsi normal yang biasa ia suguhkan untuk para langganannya. Saya kira ia hendak mencicipinya agar tahu apakah dagangannya itu siap edar atau masih harus ditambahi sesuatu agar cita rasanya terjaga. Ternyata saya keliru.

Setelah Mas Turiman selesai meracik minuman porsi kecil, ia menyiramkannya ke gerobaknya! Saya bingung. Dengan kecepatan yang sangat tinggi saya memtar otak menebak-nebak apa sih maksud tindakan Mas Turiman tadi.

APAKAH ITU RITUAL SEBELUM BERJUALAN?

Tebakan saya benar. Rupanya itu syarat atau ritual yang jelas diajarkan turun-menurun dari orang tuanya. Konon hal itu akan melindunginya dari musibah saat berjualan, mencegah agar dawetnya lekas basi, dan tentu saja dengan setangkup harapan agar dagangannya hari itu laris.

dawet ayu

“NING YA SEBENERE YA MUNG KARENA WIS KEBIASAAN BAE, MASE…”

Ya, mungkin orang tuanya dulu mengajaknya jualan lalu Mas Turiman melihat orang tuanya melakukan hal tersebut tiap kali hendak berangkat jualan. Lalu akhirnya Mas Turiman mengikuti jejak orang tuanya.

Dan mungkin bukan hanya saya yang sudah menyaksikan ritual Mas Turiman itu, karena Mas Turiman sudah pernah jualan dawet di Kalimantan, juga Papua. Bahkan awal perkenalan saya dengan Mas Turiman (lewat dawetnya), dia bercerita bahwa dia berangkat dari Semarang menuju Ternate menggunakan Kapal Barang!!

Ya, namanya merantau, mencari sesuap nasi (dan segenggam berlian, kalo bisa!) penuh dengan suka duka. Dan saya, tentunya harus merasa bersyukur, meski sama-sama merantau, saya masih lebih enak dari segi fasilitas. Tapi soal penghasilan? Belum tentu saya menang.


sekilas tentang alun-alun banjarnegara

Setiap kabupaten pastinysimlaha mempunyai sebuah alun alun yang merupakan tengah tengah kota banjarnegara.Aneh rasanya jika sebuah kabupaten tidak memiliki alun alun namun jika anda akan melakukan perjalanan melewati banjarnegara pastinya anda akan menemui yang namanya alun alun banjarnegara. kombinasi hijau dengan udara yang sejuk akan terasa itulah sekilas tentang alun alun banjarnegara semoga dapat memberikan penasaran kepada anda agar mau mengecek secara langsung alun alun kota banjarnegara